FITRI

FITRI

Senin, 16 Desember 2013

Guruku Teladanku

Pendidikan adalah  investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai tinggi bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Alenia kedua lirik lagu berjudul “Hymne Guru” ciptaan Surtono menggambarkan betapa besar jasa seorang guru. Guru mempunyai peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi terdepan dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan.
Guru dengan sejumlah buku yang terselip di pinggang datang ke sekolah untuk belajar dengan peserta didik yang sudah menantinya untuk diberikan pelajaran. Peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan dan siap untuk menerimanya dari guru. Guru dan peserta didik adalah “dwitunggal” yang kokoh bersatu. Kesatuan jiwa guru dengan peserta didik tidak dapat dipisahkan, tidak pula dapat dicerai-beraikan. Guru tetap guru dan peserta didik tetaplah peserta didik. Tidak ada istilah “bekas guru” dan “bekas peserta didik”
.
Guru dan peserta didik yang merupakan dwitunggal mengindikasikan bahwa siswa adalah cerminan dari teladan yang diberikan oleh guru. Mengapa demikian? Karena guru bukanlah sekedar mengajar, tetapi dia juga mendidik. Mengajar lebih cenderung pada menjadikan peserta didik menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan, sedangkan mendidik adalah kegiatan transfer of values, memindahkan sejumlah nilai kepada anak didik (Syaiful Bahri, 2005). Nilai apa yang diberikan guru, itulah yang akan tertanam dalam diri peserta didik, dalam jiwa, dan watak peserta didik yang nantinya akan berakibat pada kelakukan peserta didik.
Guru harus mengetahui bahwa pendidikan tidak hanya mementingkan intelektual. Pendidikan bukan hanya alat untuk memompakan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi pendidikan juga tempat dan alat untuk membentuk manusia yang bersusila dan beretika. Peserta didik yang pandai tetapi tidak berkelakuan baik adalah kepribadian yang tidak seimbang, sebaliknya peserta didik yang berkelakuan baik tetapi tak pandai juga bukanlah pribadi yang diharapkan. Oleh karena itu, peserta didik yang pandai dan berkelakuan baiklah yang ingin dicapai melalui pendidikan. Guru sebagai teladan yang baik harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola. Kepribadian guru adalah masalah yang sangat penting.
Realitas kepribadian guru sampai saat ini belum bisa dikatakan membanggakan. Guru banyak terlibat kasus yang menyangkut perlakuan asusila terhadap siswa, kekerasan serta penipuan. Nampaknya guru-guru kita mulai kehilangan kewibawaannya. Efeknya mereka sulit menegakan disiplin di sekolah dan menjadikan kekerasan sebagai alternatifnya. Guru EA SDN 09 Kecamatan Minas  ditangkap karena melakukan kekerasan kepada 20 orang anak didiknya (Warta: 7/04/2013). Lebih dari itu, tindakan guru saat ini kerap tidak sesuai dengan norma agama dan norma sosial. Di desa Tanjungtani, Jawa Timur, seorang guru olahraga SD ditangkap, karena diduga menyodomi 8 siswanya saat kegiatan belajar mengajar (SindoNews: 17/9/2013). Fakta-fakta di atas mungkin terlalu tragis untuk kita jadikan bahan pembicaraan. Karena sulit untuk dibayangkan, apa yang terjadi pada peserta didik jika kepribadian dan kewibawaan guru telah hilang. Ini kah pahlawan kita? Ini kah sumber daya yang menempati barisan utama dalam pendidikan? Inikah patriot pahlawan bangsa kita?
Beralih dari fakta di atas, banyak hal-hal kecil yang berarti penting dalam membina jiwa, watak, dan kelakuan siswa yang sering diabaikan guru. Penanaman nilai-nilai sederhana kini terlepas dari perhatian guru. Guru rupanya kurang menyadari bahwa penyatuan kata dan perbuatan sangat dituntut dari profesi seorang guru. Guru mengarahkan peserta didik agar tidak membuang sampah sembarangan, namun ia tidak melakukannya. Guru mengatakan kepada peserta didik bahwa jika berjanji haruslah ditepati, namun ia sering mengingkari janjinya. Guru mengatakan dan menanamkan dengan mendalam bahwa berbohong itu dosa, namun ia tak selalu berkata jujur. Ketika di dalam kelas guru berkata, “jangan merokok, rokok itu bahaya…!”. Namun di luar kelas anak-anak didiknya dapat melihat guru menyedut asap bahaya itu! Guru memberi sanki pada peserta didik yang terlambat datang ke sekolah, namun ketika mereka “sang pahlawan” datang sangat, sangat terlambat, apa yang mereka katakan? Maaf? Alasan apa yang membuat semua tindakan di atas tak berarti bagi peserta didik? Itulah nilai, nilai yang guru berikan pada peserta didik. Seperti inikah teladan kita? Seperti inikah guru? Seperti inikah sosok yang digugu dan ditiru? Tentu tidak. Lalu seperti apa guru kita seharusnya?
Guru yang pantas disebut teladan adalah guru yang memiliki kepribadian yang mencerminkan insan mulia yang patut ditiru. Menurut Suparji (dalam Bornawi dan Moh. Arifin: 2012), kepribadian merupakan representatif dari karakteristik seseorang yang konsisten dilihat dari tingkah laku. Terdapat empat kompetensi yang sudah seharusnya dimilki oleh seorang guru yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi professional, dan kompetensi kepribadian. Kompetensi guru yang berkaitan erat dengan tingkah laku guru adalah kompetensi kepribadian. Kompetensi ini tak dapat ditinggalkan ataupun dianggap mudah. Kepribadian guru merupakan identitas khas seorang pendidik yang menunjang profesinya sebagai pendidik profesional. Guru tidak hanya dituntut kecerdasannya saja, tetapi harus memiliki kepribadian yang patut untuk ditiru. Kepribadian merupakan kualitas jati diri seseorang baik fisik maupun psikis yang bersifat khas yang terbentuk dari lahir dan karena proses pengalaman hidupnya. Aspek kepribadian individu dapat dibentuk, oleh karena itu guru harus menunjang terbentuknya kepribadian guru yang mantap agar nilai-nilai standar kepribadian guru dapat terinternalisasikan dengan baik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 pasal 3 kepribadian guru sekurang-kurangnya mencakup (1) beriman dan bertakwa, (2) berakhlak mulia, (3) arif dan bijaksana, (4) demokratis, (5) mantap, (6) berwibawa, (7) stabil, (8) dewasa, (9) jujur, (10) sportif, (11) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (12) secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, (13) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Pertama, guru harus religius dan bermoral. Hal ini jelas penting mengingat guru harus membantu siswa menjadi insan beriman, bertakwa serta berakhlak mulia. Apabila guru tidak beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia maka akan sulit membentuk siswa agar memiliki sifat tersebut. Kedua, guru harus memiliki karakter yang kharismatik, segala sikapnya menunjukan sifat yang arif dan bijaksana, mantap, berwibawa, sportif, dewasa, dan jujur. Sifat ini sangat diperlukan untuk menjaga kehormatan guru dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Siswa akan cenderung selalu mengikuti manusia dewasa yang menjaga kehormatannya. Ketiga, guru merupakan insan pembelajar. Prinsip belajar seumur hidup harus dipegang erat-erat agar kualitas guru tidak usang oleh kemajuan zaman. Guru harus tahan kritik, setiap kritik harus ditanggapi dengan positif. Disamping itu juga guru dituntut secara objektif mau mengevaluasi diri sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Kepribadian adalah sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata. Kepribadian hanya dapat diketahui melalui penampilan, sikap, ucapan, dan tindakan. Oleh karena itu, guru perlu menjaga dan menata penampilan, sikap, ucapan, dan menyeleksi perbuatannya dalam seluruh aspek kehidupan agar tidak berdampak pada peserta didik. Selain meningkatkan kompetensi guru di atas, guru juga harus memperhatikan standar kompetensi kepribadian yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 yaitu (1) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, (2) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (3) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, (4) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan (5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Jika kompetensi kepribadian guru telah tercapai berdasarkan standar yang ada, maka tak ada hal yang dapat mengganggu gugat kehormatan dan tingginya jasa seorang guru. Karena guru kita adalah guru berkepribadian mulia. Guru yang mampu menjadikan anak didiknya menjadi insan yang lebih mulia darinya, bahkan lebih pandai darinya. Ketika itu, guru hanya mengajari anak didiknya membelah katak untuk mempelajari organ dalamnya, maka saat ini anak didiknya telah mampu memindahkan ginjal untuk menolong jiwa manusia.  Ketika itu, guru hanya mengajari anak didiknya berpidato di depan kelas, maka saat ini anak didiknya telah mampu berpidato di depan seluruh rakyatnya bahkan di hadapan mata dunia.
Kondisi seperti ini lah yang sangat diharapkan dari peran seorang guru. Peran patriot pahlawan bangsa. Oleh karena itu, harapan kedepannya adalah agar guru lebih meningkatkan kompetensi kepribadiannya selain meningkatkan tiga kompetensi guru lainnya. Kompetensi kepribadian guru yang baik tentunya akan berdampak positif terhadap peserta didik khususnya kelakuan peserta didik. Karena pendidikan tidak hanya membentuk pribadi yang pandai tetapi juga berkelakuan baik.
E.       DAFTAR PUSTAKA

Bagus , Mukhtar. 2013. Guru SD sodomi 8 siswa. Tersedia pada: http://daerah.sindonews.com/read/2013/09/17/23/784230/guru-sd-sodomi-8-siswa (diakses tanggal 6/12/2013)

Ronaldo, Didi. 2013. Oknum Guru SDN 09 Minas Lakukan Kekerasan Fisik Kepada 20 Orang Murid. Tersedia pada: http://pewarta-indonesia.com/berita/pendidikan/11392-oknum-guru-sdn-09-minas-lakukan-kekerasan-fisik-kepada-20-orang-murid.html (diakses tanggal 6/12/2013)

Bahri, Syaiful. 2005. Guru dan Anak Didik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Barnawi & Moh Arifin, 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz Media

 



   

                                               



Tidak ada komentar:

Posting Komentar