Pendidikan adalah investasi sumber
daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai tinggi bagi kelangsungan
peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan
variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan
sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi
pembukaan UUD 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional
bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam
kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Salah satu komponen penting dalam
pendidikan adalah guru. Alenia kedua lirik lagu berjudul “Hymne Guru” ciptaan
Surtono menggambarkan betapa besar jasa seorang guru. Guru mempunyai peran
penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru adalah figur manusia sumber
yang menempati posisi terdepan dan memegang peranan penting dalam pendidikan.
Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti
terlibat dalam agenda pembicaraan.
Guru dengan sejumlah buku yang
terselip di pinggang datang ke sekolah untuk belajar dengan peserta didik yang
sudah menantinya untuk diberikan pelajaran. Peserta didik yang haus akan ilmu
pengetahuan dan siap untuk menerimanya dari guru. Guru dan peserta didik adalah
“dwitunggal” yang kokoh bersatu. Kesatuan jiwa guru dengan peserta didik tidak
dapat dipisahkan, tidak pula dapat dicerai-beraikan. Guru tetap guru dan
peserta didik tetaplah peserta didik. Tidak ada istilah “bekas guru” dan “bekas
peserta didik”
.
.
Guru dan peserta didik yang merupakan
dwitunggal mengindikasikan bahwa siswa adalah cerminan dari teladan yang
diberikan oleh guru. Mengapa demikian? Karena guru bukanlah sekedar mengajar,
tetapi dia juga mendidik. Mengajar lebih cenderung pada menjadikan peserta
didik menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan, sedangkan mendidik
adalah kegiatan transfer of values, memindahkan
sejumlah nilai kepada anak didik (Syaiful Bahri, 2005). Nilai apa yang
diberikan guru, itulah yang akan tertanam dalam diri peserta didik, dalam jiwa,
dan watak peserta didik yang nantinya akan berakibat pada kelakukan peserta
didik.
Guru harus mengetahui bahwa
pendidikan tidak hanya mementingkan intelektual. Pendidikan bukan hanya alat
untuk memompakan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi pendidikan juga
tempat dan alat untuk membentuk manusia yang bersusila dan beretika. Peserta
didik yang pandai tetapi tidak berkelakuan baik adalah kepribadian yang tidak
seimbang, sebaliknya peserta didik yang berkelakuan baik tetapi tak pandai juga
bukanlah pribadi yang diharapkan. Oleh karena itu, peserta didik yang pandai
dan berkelakuan baiklah yang ingin dicapai melalui pendidikan. Guru sebagai
teladan yang baik harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan
idola. Kepribadian guru adalah masalah yang sangat penting.
Realitas kepribadian guru sampai saat
ini belum bisa dikatakan membanggakan. Guru banyak terlibat kasus yang
menyangkut perlakuan asusila terhadap siswa, kekerasan serta penipuan.
Nampaknya guru-guru kita mulai kehilangan kewibawaannya. Efeknya mereka sulit
menegakan disiplin di sekolah dan menjadikan kekerasan sebagai alternatifnya. Guru
EA SDN 09 Kecamatan Minas ditangkap karena
melakukan kekerasan kepada 20 orang anak didiknya (Warta: 7/04/2013). Lebih
dari itu, tindakan guru saat ini kerap tidak sesuai dengan norma agama dan
norma sosial. Di desa Tanjungtani, Jawa Timur,
seorang guru olahraga SD ditangkap, karena diduga menyodomi 8 siswanya saat
kegiatan belajar mengajar (SindoNews: 17/9/2013). Fakta-fakta di atas mungkin
terlalu tragis untuk kita jadikan bahan pembicaraan. Karena sulit untuk
dibayangkan, apa yang terjadi pada peserta didik jika kepribadian dan
kewibawaan guru telah hilang. Ini kah pahlawan kita? Ini kah sumber daya yang
menempati barisan utama dalam pendidikan? Inikah patriot pahlawan bangsa kita?
Beralih dari fakta di atas, banyak
hal-hal kecil yang berarti penting dalam membina jiwa, watak, dan kelakuan
siswa yang sering diabaikan guru. Penanaman nilai-nilai sederhana kini terlepas
dari perhatian guru. Guru rupanya kurang menyadari bahwa penyatuan kata dan
perbuatan sangat dituntut dari profesi seorang guru. Guru mengarahkan peserta
didik agar tidak membuang sampah sembarangan, namun ia tidak melakukannya. Guru
mengatakan kepada peserta didik bahwa jika berjanji haruslah ditepati, namun ia
sering mengingkari janjinya. Guru mengatakan dan menanamkan dengan mendalam
bahwa berbohong itu dosa, namun ia tak selalu berkata jujur. Ketika di dalam
kelas guru berkata, “jangan merokok, rokok itu bahaya…!”. Namun di luar kelas
anak-anak didiknya dapat melihat guru menyedut asap bahaya itu! Guru memberi
sanki pada peserta didik yang terlambat datang ke sekolah, namun ketika mereka “sang
pahlawan” datang sangat, sangat terlambat, apa yang mereka katakan? Maaf?
Alasan apa yang membuat semua tindakan di atas tak berarti bagi peserta didik?
Itulah nilai, nilai yang guru berikan pada peserta didik. Seperti inikah
teladan kita? Seperti inikah guru? Seperti inikah sosok yang digugu dan ditiru?
Tentu tidak. Lalu seperti apa guru kita seharusnya?
Guru yang pantas disebut teladan
adalah guru yang memiliki kepribadian yang mencerminkan insan mulia yang patut
ditiru. Menurut Suparji (dalam Bornawi dan Moh. Arifin: 2012), kepribadian
merupakan representatif dari karakteristik seseorang yang konsisten dilihat
dari tingkah laku. Terdapat empat kompetensi yang sudah seharusnya dimilki oleh
seorang guru yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi sosial, kompetensi
professional, dan kompetensi kepribadian. Kompetensi guru yang berkaitan erat
dengan tingkah laku guru adalah kompetensi kepribadian. Kompetensi ini tak
dapat ditinggalkan ataupun dianggap mudah. Kepribadian guru merupakan identitas
khas seorang pendidik yang menunjang profesinya sebagai pendidik profesional.
Guru tidak hanya dituntut kecerdasannya saja, tetapi harus memiliki kepribadian
yang patut untuk ditiru. Kepribadian merupakan kualitas jati diri seseorang
baik fisik maupun psikis yang bersifat khas yang terbentuk dari lahir dan
karena proses pengalaman hidupnya. Aspek kepribadian individu dapat dibentuk,
oleh karena itu guru harus menunjang terbentuknya kepribadian guru yang mantap
agar nilai-nilai standar kepribadian guru dapat terinternalisasikan dengan
baik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 pasal 3 kepribadian guru sekurang-kurangnya mencakup (1) beriman
dan bertakwa, (2) berakhlak mulia, (3) arif dan bijaksana, (4) demokratis, (5)
mantap, (6) berwibawa, (7) stabil, (8) dewasa, (9) jujur, (10) sportif, (11)
menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (12) secara objektif
mengevaluasi kinerja sendiri, (13) mengembangkan diri secara mandiri dan
berkelanjutan. Pertama, guru harus religius dan bermoral. Hal ini jelas penting
mengingat guru harus membantu siswa menjadi insan beriman, bertakwa serta
berakhlak mulia. Apabila guru tidak beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia maka
akan sulit membentuk siswa agar memiliki sifat tersebut. Kedua, guru harus memiliki
karakter yang kharismatik, segala sikapnya menunjukan sifat yang arif dan
bijaksana, mantap, berwibawa, sportif, dewasa, dan jujur. Sifat ini sangat
diperlukan untuk menjaga kehormatan guru dan menunjang keberhasilan belajar
siswa. Siswa akan cenderung selalu mengikuti manusia dewasa yang menjaga
kehormatannya. Ketiga, guru merupakan insan pembelajar. Prinsip belajar seumur
hidup harus dipegang erat-erat agar kualitas guru tidak usang oleh kemajuan zaman.
Guru harus tahan kritik, setiap kritik harus ditanggapi dengan positif.
Disamping itu juga guru dituntut secara objektif mau mengevaluasi diri sendiri
dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Kepribadian adalah
sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata. Kepribadian hanya dapat
diketahui melalui penampilan, sikap, ucapan, dan tindakan. Oleh karena itu,
guru perlu menjaga dan menata penampilan, sikap, ucapan, dan menyeleksi
perbuatannya dalam seluruh aspek kehidupan agar tidak berdampak pada peserta
didik. Selain meningkatkan kompetensi guru di atas, guru juga harus
memperhatikan standar kompetensi kepribadian yang terdapat dalam Permendiknas
Nomor 16 Tahun 2007 yaitu (1) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,
sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, (2) menampilkan diri sebagai pribadi
yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (3)
menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, (4) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan (5) menjunjung tinggi kode etik
profesi guru.
Jika kompetensi kepribadian guru
telah tercapai berdasarkan standar yang ada, maka tak ada hal yang dapat
mengganggu gugat kehormatan dan tingginya jasa seorang guru. Karena guru kita
adalah guru berkepribadian mulia. Guru yang mampu menjadikan anak didiknya
menjadi insan yang lebih mulia darinya, bahkan lebih pandai darinya. Ketika
itu, guru hanya mengajari anak didiknya membelah katak untuk mempelajari organ
dalamnya, maka saat ini anak didiknya telah mampu memindahkan ginjal untuk menolong
jiwa manusia. Ketika itu, guru hanya
mengajari anak didiknya berpidato di depan kelas, maka saat ini anak didiknya telah
mampu berpidato di depan seluruh rakyatnya bahkan di hadapan mata dunia.
Kondisi seperti ini lah yang sangat
diharapkan dari peran seorang guru. Peran patriot pahlawan bangsa. Oleh karena
itu, harapan kedepannya adalah agar guru lebih meningkatkan kompetensi
kepribadiannya selain meningkatkan tiga kompetensi guru lainnya. Kompetensi
kepribadian guru yang baik tentunya akan berdampak positif terhadap peserta
didik khususnya kelakuan peserta didik. Karena pendidikan tidak hanya membentuk
pribadi yang pandai tetapi juga berkelakuan baik.
E.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar