FITRI

FITRI

Kamis, 02 Januari 2014

Kekerasan: Cara Oknum Guru Mendidik



Oleh: Agil Khair
Bagaimana jika seorang Guru terkena kasus yang menjadi sorotan publik? Sebenarnya kasus kasus lama yang melibatkan oknum pendidik sangat banyak di Indonesia tercinta ini. kasus terbaru soal cara mendidik yang sadis dilakukan Oknum guru kelas VI di SDN Jatimulya VII, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, berinisial RS, diduga dengan sengaja telah memukul murid satu kelas sebanyak 39 anak. Pemukulan ini dilakukan dengan menggunakan penggaris besi, gara-gara para murid tidak hafal isi Pasal 18 ayat (1) UUD 1945. Kejadian ini kontan membuat berbagai pihak mengecam perilaku oknum guru tersebut. Seorang guru harusnya sabar dalam menyampaikan dan mencerdaskan siswanya justru bertindak emosional, destruktif dan anarkis.


Kasus perilaku kekerasan dalam pendidikan memiliki beberapa kategori. Pertama adalah kekerasan dalam kategori yang ringan, yakni kekerasan yang langsung selesai di tempat dan tidak menimbulkan kekerasan susulan atau aksi balas dendam dari si korban. Kedua adalah kekerasan dalam kategori sedang, yakni kekerasan yang tetap bisa diselesaikan oleh pihak sekolah dengan bantuan aparat keamanan. Ketiga adalah kekerasan dalam kategori berat yang terjadi di luar sekolah, mengarah pada tindakan kriminal, dan ditangani oleh aparat kepolisian atau pengadilan. Beragam  tindak kekerasan seorang guru terhadap siswa khas anak-anak atau yang dipandang guru tersebut tidak berprestasi. Mulai dari kekerasan non fisik seperti memaki, mencaci, melabel negatif hingga aksi kekerasan fisik seperti menampar, membanting tubuh hingga bangku kelas patah, membenturkan kepala ke tembok hingga mencubit paha dan tangan sampai membiru. Hal ini terjadi pada setiap murid yang dinilai guru melakukan kesalahan atau berperilaku tidak baik. Untuk murid yang melakukan kesalahan saja, seperti salah menjawab pertanyaan, salah mengerjakan tugas atau mendapat nilai yang jelek biasanya tindak kekerasan yang dilakukan guru penulis hanya berupa ungkapan verbal seperti menghina dengan kata-kata dan kalimat yang menjatuhkan mental murid yang bersangkutan. Belum lagi bila ada murid yang berperilaku tidak tertib seperti ramai di kelas, terlibat perkelahian, tertangkap basah mencontek, atau mencuri, tindak kekerasan yang biasanya dilakukan guru adalah secara fisik, seperti mencubit, menjewer, menampar, bahkan menjambak.  Semua itu membuat para murid termasuk penulis menjadi begitu sangat takut untuk mengungkapkan pendapat, untuk aktif dalam proses belajar mengajar di kelas karena takut salah yang dipastikan hukumannya adalah mendapat perlakuan kasar dari guru. Akhirnya para muridpun harus terpasung kekreatifitasan dan potensinya hanya karena suasana belajar mengajar yang mengerikan.
dampak yang ditimbul  bagi Psikologi siswa dengan kasus pemukulan seperti ini akan sangat  bahaya. Belum diketahui sebrapa besar dampak yang ditimbulkan tapi yang jelas cara emosional membentuk suasana belajar menjadi tidak sehat. kasus terbaru yang dilansir dari kompas. com yaitu Ratusan siswa Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri (SUPMN) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, terlibat bentrok dengan warga setempat. Bentrok yang berujung pada perusakan sebuah pos ronda ini reda setelah aparat kepolisian setempat tiba di lokasi dan melerai dua kubu, Jumat (30/8/2013) dini hari. Atau kasus anak SD menolak saat dipalak oleh teman sekolahnya, Razinah Saleh (9), siswa kelas IV sebuah SD di Depok, Jawa Barat, dikeroyok oleh tiga orang teman sekolahnya sendiri.
Tidak mungkin seorang siswa yang mendapat pendidikan dengan benar melakukan aksi tawur dengan warga, demikian juga anak usia skolah dasar melakukan pemalakan dan pengeroyokan. Peran guru sangat dibutuhkan untuk membenahi mental destruktif dalam diri siswa, bukan malah menyuburkannya dengan perilaku di kelas. Peran guru sangat vital dalam membentuk karakter siswa yang berbudi luhur walau bukan satu satunya faktor utama.
Untuk oknum guru di Indonesia, gunakan penggarismu untuk mengukur, bukan memukul. Gunakan mulutmu untuk menasehati, bukan memaki. Gunakan tanganmu untuk mengajari, bukan menampari.
Sejatinya mendidikan itu membutuhkan kelembutan.




Komentar terhadap artikel:
Tulisan yang dibuat oleh Agil Khair sangat menarik dan cukup rasional. Tulisan tersebut menjelaskan bahwa kekerasan tidak semestinya dilakukan oleh seorang guru yang merupakan peran vital dalam membentuk karakter siswa yang berbudi luhur. Saya setuju dengan pendapat penulis tersebut, karena menurut Undang-undang kekerasan pasal 28 (2) konvensi tentang hak-hak anak disebutkan bahwa disiplin sekolah dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan martabat manusia si anak. Selain itu, saya juga setuju dengan penulis bahwa guru tidak sebaiknya mengoreksi kesalahan siswa dengan  memaki atau melabel negatif siswa bahkan mencubit, menjewer, menampar, dan menjambak. Karena hal tersebut akan memasung kreatifitas dan potensi siswa. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 37 (a) yang menyatakan bahwa tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan.
Tulisan tersebut memberi pesan yang sangat baik. Namun masih terdapat beberapa hal yang kurang tepat seperti mengenai bentrok dan pengeroyokan siswa. Menurut saya, hal tersebut tidak sepenuhnya karena guru, banyak faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut terjadi misalnya didikan orang tua, kondisi lingkungan, dan pengaruh teman. Tulisan Agil Khair ini juga kurang memberikan solusi atau upaya agar guru tidak lagi medidik dengan kekerasan. Menurut saya salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah fenomena tersebut adalah dengan melakukan pengawasan atau intervensi secara kontinu dari dinas pendidikan untuk memantau secara langsung perilaku mengajar guru di kelas, mengadakan psikolog pendidikan di sekolah agar guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, meningkatkan empat kompetensi guru. Kompetensi guru yang berkaitan erat dengan hal di atas adalah kompetensi kepribadian. Guru perlu meningkatkan kompetensi kepribadiannya dengan cara menjaga dan menata sikap, ucapan, serta menyeleksi perbuatannya.




1 komentar:

  1. The Casino at Rensselaer | MapYRO
    The Casino at 구리 출장마사지 Rensselaer is one of the largest casinos in 파주 출장샵 the 고양 출장안마 world. With over 경상북도 출장샵 2,500 양산 출장샵 slot machines, a 70,000-square-foot dining and live entertainment

    BalasHapus